#Fey
Entah kenapa, akhir-akhir ini semua
terasa berlalu begitu cepat. Kecepatan bumi berputar yang emang bertambah atau
akunya yang terlalu focus sama hal yang ngga jelas gini sih? Hampir tiga bulan
kayak begini, punya pacar tapi kayak nggak punya. Giliran mau cari cowok lain,
Dricky tau-taunya balik lagi. Begitu terus tiga bulan. Aku kan bukan robot yang
nggak punya perasaan.
Meski pun sekarang Zara lagi diskon
70% atau tiba-tiba dapat paket liburan keliling Eropa atau bahkan hingar bingar
di club ini. Aku bakalan tetep nggak
bisa senyum.
Seramai apa pun suasana di illigals, tetap aja
semua terasa blur. Aku nggak ngerti kenapa seolah-olah semua hal di
sekelilingku out of focus. Tadi mending
ikut Thyra nonton di Citos terus lanjut ke salon dan mungkin sekarang dia udah
tidur cantik di apartemen kami yang baru. Atau ikut Tischa kabur. Tapi kan masalahnya,
aku nggak tau Tischa kabur kemana. Lagian itu anak ada-ada aja pakai acara
kabur nggak ngasih kabar sih.
Gaaaah, jadi pengen balik aja deh
kalau begini.
“Maaar, balik, yuk!” aku menarik
tangan Mara di dance floor.
“Baru juga jam segini, Feeeey,”
jawabnya sambil tetap asik menggerakan seluruh badannya.
“Please..”
aku memohon.
Mara menghentikan keasikannya, “Lo
kenapa, sih?” Tanya Mara.
Aku hanya menggelengkan kepalaku. Emangnya
Mara bakalan ngerti kalau aku cerita? Tischa yang segitu sabarnya aja nyerah
kalau aku cerita tentang Dricky apalagi Mara?
Iya. Ini gara-gara dia lagi. Selalu gara-gara
dia. Seolah dia nggak pernah puas untuk nyakitin aku. Setelah menghilang begitu
aja dan balik lagi dengan seenaknya sekarang dia menghilang lagi. Dan parahnya aku
lihat facebook dia, ada tag foto dari
temannya, di foto itu dia lagi di rangkul sama cewek entah siapa. Entah dimana.
Dan sekarang Dricky sama sekali nggak bisa dihubungi.
Kepo itu memang menyakitkan,
saudara-saudara.
Hhhh…
Segitu nggak berartinya ya dua tahun
jalanin hubungan ini sama aku?
“Eh!” Mara menyentuh tanganku, “Kenapa?”
Aku mengggeleng makin kencang.
“Yee, nih anak. Ditanya malah geleng-geleng.
Ngajakin turun maksudnya tuh geleng-geleng?”
Lagi bete malah diajak bercanda. Mara,
mah..
“Pulang yuk, Mar, please…”
“Nanti dulu kenapa sih, Fey? Gue
lagi nungguin temen gue,”
Tau ah, bete sama Mara.
Aku langsung balik ke bar. Duduk. Dan
bingung mau ngapain. Nggak nafsu juga buat memesan minuman.
Hmm, aneh ya?
Tapi sumpah demi apa pun, ini
rasanya nggak enak banget. Susah diungkapin kata-kata. Kalau ditanya aku
baik-baik aja apa nggak, jawaban iya. Tapi mana ada yang percaya sih sama
jawaban klise begitu. Walau pun aku memang baik-baik aja. Hmm sebenarnya aku cuma
pengen tau satu hal sebenarnya untuk membuat perasaan ini jadi lebih baik,
gimana sih sebenarnya hubungan aku dan Dricky?
Apa kami masih dalam satu kata ‘kita’?
Atau kami sebenarnya sudah selesai
tanpa aku tau kapan semua itu berakhir?
Kalau memang semua sudah berakhir,
kenapa juga dia masih ngomong kangen dan segala-galanya dua hari lalu kemudian
menghilang lagi?
Aku nggak ngerti.
He has my heart. He got me. But I don’t know, should I stop or just keep
going this unstable relationship?
I guess, he is not here anymore.
Harusnya kalau memang dia di sini,
di hati ini, aku tidak perlu merasa ragu apalagi kesepian sewaktu jauh dari
dia. Seharusnya aku merasa aman dan hangat karena tau ada seseorang di sana
yang juga memiliki perasaan yang sama dengan apa yang aku punya untuknya. Bukan
merasa serba salah begini…
“Fey!” panggil Mara tiba-tiba
berdiri di dekatku.
“Hmmmmm,” hanya itu responku. Bete pokoknya
sama Mara.
“Ngambek nih ceritanya?” Tanya Mara
menggodaku.
“Enggak,” jawabku sok.
“Biar nggak ngambek sini yuk gue
kenalin sama cowok ganteng!” kata Mara sambil menarikk tanganku nggak peduli
aku sudah menolaknya.
Mara membawaku ke meja seberang
tempat aku duduk tadi. Di sana ada beberapa orang yang sedang berkumpul. Aku nggak
kenal mereka semua.
“Gal,” kata Mara sambil menepuk bahu
seorang pria.
Pria itu menoleh, “Eh, kenapa, Mar?”
tanyanya.
“Kenalin nih sahabat gue yang cantik,
Fey. Fey kenalin ini temen gue, Galih,” Mara mengenalkan kami berdua.
Mau tidak mau aku menyambut tangan
Galih dan tersenyum.
Well, dia
memang ganteng. Apalagi aku saat ini belum minum terlalu banyak berarti dia
beneran ganteng. But, sorry, Mar, there’s nothing in this world tonight can make me feel better but his
text. Nothing. Just a simple ‘hi’ from him.
***
PS : Project Imagination #9 dari
tema “Nothing”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar