Guntur kembali bergemuruh membuat bronthopobia (Red : takut
akan guntur dan kilat) remaja dalam gaun putih dengan detail bunga yang rumit
di sekelilingnya hadir kembali dan membuatnya menyebut nama Tuhan berkali-kali
berusaha menenangkan diri. Kilatan cahaya di jendela kamar yang tirainya tak
berani ia tutup membuatnya meringkuk ke dalam selimut tebal warna merah
kesukaannnya. Ia paling benci hari-hari seperti ini. Benci sekali.
Sebagai Putri Raja Negeri Awan ia sebenarnya malu dengan phobia yang
ia miliki. Hujan, kilat, dan guntur seharusnya menjadi sahabat paling kekal,
tapi apa boleh buat ia benci itu semua. Benci sampai atom-atom dalam dirinya.
Entah apa yang membuat ia seperti itu dan berbeda dengan dua kakaknya yang
lain.
Ia berusaha menyimpulkan hal itu berkali-kali tapi suara gemuruh
diluar kastil membuat ia menyerah dan kembali berdoa.
Di sela doanya yang khusyuk, ia mendengar pintu kamarnya di ketuk
perlahan. Tiga kali. Pasti Jane, kakaknya nomer dua.
“Masuk,” kata Kalia dari dalam selimut, nama anak remaja itu.
Pintu itu terbuka. Benar saja. Kakaknya berdiri disana dalam balutan
gaun rumah yang biasa mereka kenakan dengan detail rumit dan bagian bawah yang
mengembang bewarna biru muda. Kakaknya terlihat sangat cantik dan
anggun—seperti biasa—ditambah dengan senyum yang mengembang di wajah itu
membuat Jane persis bidadari.
Jane duduk di samping Kalia dan membuka selimut itu perlahan. Kalia
membuka mata dan langsung memeluk kakaknya erat-erat.
“Lama banget sih, Kak,” katanya manja.
Jane tertawa. Suara tawanya mampu membuat seluruh penjuru Negeri
Awan damai. Sedikit demi sedikit suara guntur mereda meski hujan masih setia
turun dalam rintik. Ia terkenal dengan suara merdunya. Tiap sore Jane biasa
bernyanyi sambil bermain harpa untuk menghibur seluruh rakyat negeri awan, tapi
hari ini ada pertemuan yang tidak bisa ia hindari.
“Maaf, cantik. Aku habis ada pertemuan sama Ayah dan Kak Hayes.”
Hayes adalah Pangeran Negeri Awan, kakak mereka berdua. Pangeran
yang gagah dan tampan juga sangat keras kepala tapi sangat menyayangi kedua
adiknya yang cantik jelita.
Kalia diam. Ia tidak peduli pada apa pun kecuali suara gemuruh yang
membuatnya ingin menghilang ke dasar bumi. Di bumi suara guntur tidak seheboh
ini. Tapi, ayahnya tidak akan pernah mengizinkan anak-anaknya untuk menginjakan
kaki ke Bumi sejak peristiwa itu.
Peristiwa tiga tahun lalu. Dimana ia dan kedua kakaknya berlibur ke
Bumi. Mereka bertiga pergi mengunjungi tanah Bali di Indonesia. Tempat paling
indah yang mereka pernah kunjungi. Di sana mereka bermain sepuasnya diantara
ombak dan hiruk pikuk manusia ras bumi yang sama wujudnya dengan mereka tapi
berbeda kekuatan serta sususan atom dalam tubuh mereka.
Seperti biasa, mereka duduk
bertiga memandangi matahari terbenam di Tanah Lot. Di negeri mereka peristiwa
indah ini hanya terjadi dua kali dalam setahun. Maka dari itu memandangi senja
adalah hal yang paling mereka sukai. Ada suatu rasa damai yang beda ketika
melihat semburat jingga di ujung sana melebur di batas cakrawala. Dalam
keheningan itu, tiba-tiba harus terusik dengan suara dari laki-laki yang
berdiri di belakang mereka.
“Dari kemarin saya perhatikan kalian suka sekali melihat mentari
terbenam,” ungkapnya sambil tersenyum.
Laki-laki itu seperti kebanyakan laki-laki lainnya. Tubuh tinggi
berotot dengan kulit bewarna coklat akibat terbakar matahari dilengkapi senyum
ramah yang menawan. Mereka bertiga tersenyum membalas pernyataan itu kemudian
Hayes mengajak laki-laki bernama Utha itu bergabung dengan mereka.
Tapi siapa yang tahu? Dari kalimat sedehana itu, si cantik Jane,
merasakan pertama kalinya jatuh cinta. Dan sialnya, jika ras mereka jatuh cinta
perasaan itu akan bertahan selamanya. Tidak ada peraturan khusus tentang
pernikahan antar ras lain, sampai dulu, putri raja yang kedua bernama Ira, adik
dari Hayes juga kakak dari Jane dan Kalia jatuh cinta dengan manusia bumi.
Tidak ada yang salah dengan cinta. Tapi, Ira jatuh cinta dengan cara
yang salah. Ia membuka diri siapa ia sebenarnya dengan laki-laki itu dan
membuka portal dari Negeri Awan tanpa izin Ayahnya, Sang Raja dan hal itu
membuat keseimbangan antara langit dan bumi terganggu. Bahkan laki-laki itu
membawa beberapa temannya yang tidak tahu diri kemudian merusak alam negeri
awan yang damai. Mereka menginjakan tanah suci yang terlarang.
Sang Raja murka. Karena tanah suci yang terlarang untuk disentuh
malah dikunjungi oleh manusia yang tidak tahu diri. Sejak saat itu, Ira di
suruh memilih, laki-laki itu atau negerinya. Ternyata yang ia pilih adalah
laki-laki bodoh itu. Ira diusir dari negeri awan, sayangnya, tanpa atom negeri
awan Ira tidak bisa hidup lama. Dan akhirnya ia meninggal setelah tujuh hari di
bumi.
Suara gemuruh dikejauhan membuat Kalia tersadar dari kilas balik
yang ia lakukan.
“Ada masalah apa, Kak?” bisik Kalia. Tidak biasanya Jane tidak
bernyanyi di sore hari untuk menghibur rakyatnya.
Jane hanya tersenyum simpul kemudian memeluk adiknya erat, “Udah
ngga usah dipikirin.”
Bukan Kalia namanya kalau tidak punya rasa ingin tahu yang besar. Ia
bangkit dari pelukan kakaknya dan menatap mata kakaknya lekat-lekat. “Kenapa,
Kak? Ada apa?”
Jane menggeleng.
Kalia diam sejenak untuk berpikir. Tidak biasanya Jane terlihat
murung. Tidak biasanya pertemuan antara Ayah dan kedua kakaknya berlangsung
lama. Tidak biasanya hujan turun sebegitu deras dan guntur menyambar-nyambar
begitu galak. Ada apa?
“Ngga ada hubungannya kan dengan manusia bernama Utha itu?” tanya
Kalia akhirnya.
Jane sempat kaget dan kemudian tersenyum miris. Diam. Tidak menjawab
pertanyaan adiknya.
“Kak..” rengek Kalia. Ia meremas ujung gaun kakaknya.
“Aku bisa ngomong apa?” ungkap Jane putus asa.
Kalia terdiam. Ia bingung setengah mati. Ia tahu sekali apa yang
dibicarakan hingga sebegitu lama para petinggi itu di sana.
“Ayah ngga nyuruh kakak untuk memilih kan?”
…
…
Jane terdiam.
“Kak…” panggilnya putus asa.
Jane menarik nafas dalam-dalam kemudian tersenyum, “Aku dan Utha punya
waktu tujuh hari untuk mencari sumber atom yang mirip dengan milik kita di
bumi.”
Kalia terdiam. Ia sama sekali tidak siap harus mengulang masa lalu
ketika mereka sekeluarga kehilangan Ira. Tidak. Ia tidak siap. Ia memang pernah
mendengar tentang atom itu dari seorang peramal di pasar gelap di ujung negeri
yang diam-diam ia kunjungi. Tapi, sulit untuk meraih tempat atom itu berada.
Dan tujuh hari???? Itu bukan waktu yang lama.
Satu-satunya hal yang ingin ia lakukan hanya segera pergi ke tempat
peramal itu berada secepatnya tidak peduli sederas dan segemuruh apa pun hujan
juga guntur hari ini.
***
PS : Project Imagination #3 dengan Tema "Masa Lalu"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar