Mengetik kata
rindu di smart phone milikku dan
mengirimkannya padamu bukanlah hal yang sulit. Tapi, detik, menit, dan jam
setelah itu yang paling menyiksa. Tiga hari sudah, balasanmu yang kutunggu masih juga tak
datang. Dan tiga hari sudah mereka menghiburku dan berpesan agar aku segera
mengikhlaskanmu. Bah! Mereka pikir mudah bangkit setelah ditinggalkan seperti
ini?
Klise!
Aku ingin
bertanya pada kotak bewarna biru berlapiskan kain satin yang lembut
berisikan kalung berliontin intan di atas meja riasku, apa yang ada
dipikiranmu, pria yang aku cintai, ketika memilihkan—bahkan membeli—benda mewah
ini untukku? Mungkin kalung itu tahu alasannya. Mungkin ia berhasil mencuri
dengar percakapan antara kamu dan pekerja toko yang melayanimu. Tapi, sayang,
kalung itu hanya berkilau-kilau tertempa cahaya kamarku tanpa memberitahu
rahasiamu sedikitpun.
Dari banyak
kemungkinan jawaban yang akan kamu katakan padaku jika kita bertemu nanti,
semoga bukan karena kamu ingin menebus kesalahanmu.
Kesalahanmu
meninggalkanku.
Tahukah kamu,
aku sangat bahagia malam itu? Malam dimana kamu minta aku untuk menjadi teman
hidupmu. Namun kemudian kamu menghilang dalam diam tanpa pertanda. Tanpa kata.
Hanya menghilang begitu saja secepat cahaya. Seharusnya, jika memang kamu ingin
pergi dari semua yang telah kita bangun selama ini, kamu tidak perlu
meniggalkan kotak cantik di genggamanku malam itu. Jejak langkahmu saja tak
mampu aku hapus dengan mudah apalagi kamu tambah dengan benda mewah, juga
janji-janjimu malam itu, dan musik klasik yang damai serta makan malam di bawah
temaram bulan sabit malam itu.
Selamat, kamu
sudah berhasil membuatku terbang dan kemudian jatuh bebas langsung ke bumi
karena sayap yang kamu hadiahkan untukku ternyata palsu.
Ah. Aku tidak
suka menyebutmu jahat, tapi, sayangku, sudah tiga tahun lebih kita bersama.
Untuk pergi
saja kamu memilih dalam diam.
Mengapa?
Beribu-ribu
bahkan jutaan kali sudah aku merekam jejakmu malam itu, tapi tetap saja hanya
tanah berhiaskan nisan yang bertuliskan namamu dan sesak yang yang tak
tertahankan di dada menjadi akhir dari setiap upayaku membuktikan bahwa
kamu...tidak pernah pergi.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar