Jadi...begini
ya rasanya jatuh cinta?
Aku tidak
pernah mengerti bagaimana awalnya aku bisa merasakan seperti ada kupu-kupu
menari-nari di perutku. Mungkin ketika pertama kali kamu mengeja namamu sore
itu dan kita hanya dipisahkan oleh mesin cashier.
Aku dalam kaos coklat dibaluri celemek hijau yang menjadi pride milikku sebagai barista di Starbucks Coffee. Kamu dalam baju bewarna pink yang sangat terlihat pas di tubuhmu yang tinggi ramping. Aku
terpesona mendengar kamu mengeja namamu dengan bibir pink alami milikmu yang terlihat sangat cantik ketika kamu mencoba
memberikan penekanan pada setiap huruf yang kamu katakan.
“It’s
S-E-R-A-F-I-N-A. F not V. Thank you,” jelasmu dan tidak lupa
memberikan senyum padaku.
Aku
menuliskan namamu juga sambil tersenyum di gelas plastik berukuran medium. Dari
begitu banyak perempuan cantik yang datang berkunjung ke sini hanya kamu yang
tidak mencoba meminta user name wifi dengan
sikap manja. Wowow, yes, baby. I’m not trying to tease you but I’m a famous
barista here. You should be so proud
of me.
“Oh come on, Reza! Aku gak butuh dengar
seberapa famous kamu diantara
manula-manula yang datang ke sana,” godamu setiap saat aku bahas itu.
“Manula? Well, yang penting aku dapat yang
tercantik di sampingku sekarang,” balasan jawabanku waktu itu malah membuatmu
makin tergelak. Bahkan kamu sampai terguling-guling di lantai menandakan bahwa
kamu benar-benar tidak percaya kalau aku sebegitu famous. Haha you sound
jealous, babe.
Tapi...saat
itu kamu tertawa begitu lepas. Tahukah kamu kalau suara tawamu itu membuatku
bangga? Karena aku bisa membuatmu sebegitu bahagianya hanya dengan hal sederhana.
Sebuah kalimat yang memang tulus ku ungkapkan padamu bukan joke seperti yang kamu pikirkan.
Hmm...
Jadi, memang
begini ya, Na, rasanya jatuh cinta?
Setiap
kalimat itu terlontar dari bibirku kamu selalu diam dan langsung memelukku erat
tanpa pernah kamu pernah menawab itu.
Kenapa?
Aku tidak
tahu. Tapi, yang aku tahu kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang aku
rasakan. Bahkan mungkin lebih besar dari yang aku punya.
Ya kan, Na?
Na...Serafina
jawab aku.
Aku hampir
putus asa karena kamu masih saja diam. Yang terdengar hanya suara mesin monitor
jantung yang memekakan telingaku sejak tiga hari aku di sini. Duduk di kursi
plastik di samping tempat tidurmu, berbicara apa pun yang mungkin ingin kamu
dengar—dari gosip terkini tentang Ashton Kutcher kesukaanmu sampai tentang
fotografi yang tidak aku mengerti—membacakanmu doa yang aku yakin memudahkanmu
untuk segera membuka matamu kembali. Sesekali aku duduk dengan mama atau papa
atau adik kesayanganmu, Sean. Melakukan hal yang sama, berbicara apa pun dan
berdoa untukmu.
Namun, kamu
masih tetap saja terpejam. Tidak bergerak. Hanya monitor jantung yang bergerak
naik turun yang membuat kami tahu kamu masih di sini.
Tapi aku tahu
kamu, Na, kamu terpejam bukan berarti kamu menyerah memperjuangkan hidupmu dan
orang-orang yang menyayangimu di sini. Aku tahu kamu masih berjuang dalam
tidurmu. Mungkin saat ini kamu sedang bernegosiasi dengan Tuhan tentang hidupmu
atau mungkin sekarang Tuhan memberimu kesempatan untuk terlebih dulu merasakan
surga dan menjadi malaikat di sana. Mungkin kamu sedang mengintip masa depan
milik kita dan ketika kamu kembali kamu akan memberitahuku tentang itu—bagaimana
tampang anak kita Na? Rumah kita? Come on,
wake up and tell me.
Atau mungkin
kamu sekarang hanyalah sedang tertidur. Apa pun, Na, aku yakin kamu tidak
menyerah akan penyakit yang tidak pernah kamu bicarakan denganku.
Dari awal kamu
sambut tanganku ketika aku ajak kamu untuk berkenalan di tempat duduk yang
berada di pojok Starbucks Coffee
tempatku bekerja—saat itu aku libur dan sengaja ke sana hanya untuk berkenalan
denganmu, Na. Aku serius.—aku tahu kamu berbeda dengan perempuan lainnya. Kamu
penuh misteri. Dari hari ke hari aku kumpulkan semua clue untuk membuka siapa kamu sebenarnya. Meski aku masih
kecolongan sampai aku tidak menyadari bahwa kamu sakit, aku memang belum
berhasil mengerti kamu sepenuhnya tapi aku tidak akan pernah berhenti untuk
belajar, Na.
Aku tidak
akan pernah berhenti mencari dan memecahkan misteri tentang dirimu yang kamu
tutup rapat-rapat sampai aku bisa temukan jawaban hidupmu. Dan aku harap akulah
jawaban hidupmu.
My dear, Serafina. Kalau sekarang kamu
belum berhasil bernegosiasi dengan Tuhan untuk memberikanmu izin membuka matamu
dan kembali padaku. Please-just-don’t-stop.
Aku yakin kamu bisa memenangkan hati-Nya seperti kamu memenangkan hatiku.
Just remember one thing, just do not stop,
Dear. Because I can’t stop fight for you.
Dan aku akan
berhenti menanyakan rasanya jatuh cinta. Aku akan memberikanmu jawaban atas itu
lengkap dengan senyumku yang mengembang ketika menyambutmu kembali : Jadi,
inilah rasanya jatuh cinta. Sekali kamu jatuh kamu tidak akan pernah mau untuk
berhenti merasakannya.
****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar