Rabu, 24 Oktober 2012

Don't Stop Can't Stop


Jadi...begini ya rasanya jatuh cinta?
Aku tidak pernah mengerti bagaimana awalnya aku bisa merasakan seperti ada kupu-kupu menari-nari di perutku. Mungkin ketika pertama kali kamu mengeja namamu sore itu dan kita hanya dipisahkan oleh mesin cashier. Aku dalam kaos coklat dibaluri celemek hijau yang menjadi pride milikku sebagai barista di Starbucks Coffee. Kamu dalam baju bewarna pink yang sangat terlihat pas di tubuhmu yang tinggi ramping. Aku terpesona mendengar kamu mengeja namamu dengan bibir pink alami milikmu yang terlihat sangat cantik ketika kamu mencoba memberikan penekanan pada setiap huruf yang kamu katakan.
 It’s S-E-R-A-F-I-N-A. F not V. Thank you,” jelasmu dan tidak lupa memberikan senyum padaku.

Aku menuliskan namamu juga sambil tersenyum di gelas plastik berukuran medium. Dari begitu banyak perempuan cantik yang datang berkunjung ke sini hanya kamu yang tidak mencoba meminta user name wifi dengan sikap manja. Wowow, yes, baby. I’m not trying to tease you but I’m a famous barista here. You should be so proud of me.
“Oh come on, Reza! Aku gak butuh dengar seberapa famous kamu diantara manula-manula yang datang ke sana,” godamu setiap saat aku bahas itu.
“Manula? Well, yang penting aku dapat yang tercantik di sampingku sekarang,” balasan jawabanku waktu itu malah membuatmu makin tergelak. Bahkan kamu sampai terguling-guling di lantai menandakan bahwa kamu benar-benar tidak percaya kalau aku sebegitu famous. Haha you sound jealous, babe.
Tapi...saat itu kamu tertawa begitu lepas. Tahukah kamu kalau suara tawamu itu membuatku bangga? Karena aku bisa membuatmu sebegitu bahagianya hanya dengan hal sederhana. Sebuah kalimat yang memang tulus ku ungkapkan padamu bukan joke seperti yang kamu pikirkan.
Hmm...
Jadi, memang begini ya, Na, rasanya jatuh cinta?
Setiap kalimat itu terlontar dari bibirku kamu selalu diam dan langsung memelukku erat tanpa pernah kamu pernah menawab itu.
Kenapa?
Aku tidak tahu. Tapi, yang aku tahu kamu juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan. Bahkan mungkin lebih besar dari yang aku punya.
Ya kan, Na?
Na...Serafina jawab aku.
Aku hampir putus asa karena kamu masih saja diam. Yang terdengar hanya suara mesin monitor jantung yang memekakan telingaku sejak tiga hari aku di sini. Duduk di kursi plastik di samping tempat tidurmu, berbicara apa pun yang mungkin ingin kamu dengar—dari gosip terkini tentang Ashton Kutcher kesukaanmu sampai tentang fotografi yang tidak aku mengerti—membacakanmu doa yang aku yakin memudahkanmu untuk segera membuka matamu kembali. Sesekali aku duduk dengan mama atau papa atau adik kesayanganmu, Sean. Melakukan hal yang sama, berbicara apa pun dan berdoa untukmu.
Namun, kamu masih tetap saja terpejam. Tidak bergerak. Hanya monitor jantung yang bergerak naik turun yang membuat kami tahu kamu masih di sini.
Tapi aku tahu kamu, Na, kamu terpejam bukan berarti kamu menyerah memperjuangkan hidupmu dan orang-orang yang menyayangimu di sini. Aku tahu kamu masih berjuang dalam tidurmu. Mungkin saat ini kamu sedang bernegosiasi dengan Tuhan tentang hidupmu atau mungkin sekarang Tuhan memberimu kesempatan untuk terlebih dulu merasakan surga dan menjadi malaikat di sana. Mungkin kamu sedang mengintip masa depan milik kita dan ketika kamu kembali kamu akan memberitahuku tentang itu—bagaimana tampang anak kita Na? Rumah kita? Come on, wake up and tell me.

Atau mungkin kamu sekarang hanyalah sedang tertidur. Apa pun, Na, aku yakin kamu tidak menyerah akan penyakit yang tidak pernah kamu bicarakan denganku.
Dari awal kamu sambut tanganku ketika aku ajak kamu untuk berkenalan di tempat duduk yang berada di pojok Starbucks Coffee tempatku bekerja—saat itu aku libur dan sengaja ke sana hanya untuk berkenalan denganmu, Na. Aku serius.—aku tahu kamu berbeda dengan perempuan lainnya. Kamu penuh misteri. Dari hari ke hari aku kumpulkan semua clue untuk membuka siapa kamu sebenarnya. Meski aku masih kecolongan sampai aku tidak menyadari bahwa kamu sakit, aku memang belum berhasil mengerti kamu sepenuhnya tapi aku tidak akan pernah berhenti untuk belajar, Na.
Aku tidak akan pernah berhenti mencari dan memecahkan misteri tentang dirimu yang kamu tutup rapat-rapat sampai aku bisa temukan jawaban hidupmu. Dan aku harap akulah jawaban hidupmu.
My dear, Serafina. Kalau sekarang kamu belum berhasil bernegosiasi dengan Tuhan untuk memberikanmu izin membuka matamu dan kembali padaku. Please-just-don’t-stop. Aku yakin kamu bisa memenangkan hati-Nya seperti kamu memenangkan hatiku.
Just remember one thing, just do not stop, Dear. Because I can’t stop fight for you.
Dan aku akan berhenti menanyakan rasanya jatuh cinta. Aku akan memberikanmu jawaban atas itu lengkap dengan senyumku yang mengembang ketika menyambutmu kembali : Jadi, inilah rasanya jatuh cinta. Sekali kamu jatuh kamu tidak akan pernah mau untuk berhenti merasakannya.
****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar