Jemari Bianca menari di smart phone miliknya. Ia sibuk membalas tweet dari Lea yang menanyakan ingin
dibawakan apa untuk makan siang. Lea yang kini mengantri di tukang sate padang sudah
hampir kehilangan kesabaran karena sudah hampir tiga kali Bi mengganti menu
makan siang yang ia mau. Tadi pagi sebelum Lea berangkat kuliah, si Bi bilang
ingin makan toge goreng. Lea menyanggupinya walaupun sesungguhnya, ia tidak tahu bagaimana bentuk toge goreng itu.
Ia menyanggupinya karena Bi sedang sakit. Maag Bi kambuh, sampai anak itu tidak
pergi kuliah.
Tapi ketika tadi Lea selesai kelas,
Bianca bilang sudah tidak ingin makan toge goreng. Si cantik bermata sipit
tiba-tiba ingin makan pecel madiun. Lea senang, karena ia tidak harus mencari
toge goreng yang ia tidak tahu. Dan ia tambah senang karena pecel madiun
kebetulan ada di kantin mereka, jadi, makan siang untuk Bi beres.
Namun ketika Lea sudah melangkahkan
kakinya menuju kantin untuk membeli pecel madiun untuk Bi dan seporsi mie ayam
untuknya, tiba-tiba Bi mengirim mention
pada twitternya dan bilang kalau ia ingin makan sate padang. Bi bilang ia harus
makan makanan itu. Tidak peduli bagaimanapun Lea bilang ia sudah memesan pecel
madiun. Karena rasa sayang, setelah mie ayam dambaannya ada di tangan, Lea
akhirnya keluar kampus, naik angkutan umum dan pergi ke tukang sate padang
langganan mereka berdua. Dalam hati Lea sudah bersumpah kalau sampai Bi
mengganti makanannya lagi, ia akan membelikan Bi cimol telor. Makanan pinggir
jalan yang sangat tidak disukai anak itu dan memaksa Bi untuk memakan porsi
lima ribu cimol telor itu sampai habis bis bis.
Dan ternyata Bi benar-benar
mengganti makanannya. Kali ini ia ingin makan soto ayam surabaya. Lea hampir
berteriak dikeramaian ketika membaca mention dari Bi. Tapi karena begitu
sayangnya Lea pada Bi, ia mengurungkan niatnya untuk membelikan Bi cimol telor
yang sering dikutuk Bi kalau Lea membelinya sebagai cemilan. Kakinya melangkah
keluar kios sate padang selepas ia memastikan bahwa kali ini Bi benar-benar
ingin makan soto ayam surabaya tanpa ada penggantian lagi. Karena Lea sudah
sangat lapar dan mie ayam yang dibelinya mungkin sudah mekar tidak karuan.
Lea sampai di kontrakan mereka empat
puluh menit kemudian dan langsung berteriak-teriak memanggil Bi sambil
menyiapkan wadah untuk makan siang mereka.
“Biiiiiii! Ini makanannya nih!”
teriak Lea sambil menuangkan soto ayam Bi ke mangkuk.
Bi tidak menjawab. Bahkan Bi masih
bergeming ketika Lea sudah mengunyahkan mie ayam mekarnya.
“Biancaaaaa!”
Tidak ada jawaban. Lea bangkit dari
kursi meja makan dan berjalan menuju kamar Bi, tapi Bi tidak ada di sana. Lea
bingung dan panik. Ia lalu ke kamar mandi, ia ingat tadi pintu kamar mandi
mereka tadi tertutup ketika ia pulang. Lea mencoba membuka pintu kamar mandi
itu, tapi, tidak bisa. Berarti Bi di dalam.
“Bi, lo di dalam, kan?” tanya Lea.
Tidak ada jawaban.
Lea mengetuk pintu kamar mandi,
“Bianca! Jangan bikin panik gini dong ah!” omelnya.
“Iya, Le. Gue di sini,” jawab Bianca
pada akhirnya.
Lea menghela nafas lega.
“Nyaut kek dari tadi kalo orang
manggil. Bikin panik aja. Buruan, makan dulu, Bi.”
“Gue nggak lapar,” jawab Bi lemas.
“Apa lo bilang? Nggak lapar?!”
ungkap Lea, “Gue udah bolak-balik ya Bi buat lo. Keluar buruan, ah! Makan terus
minum obat. Udah tau maag dan muntah-muntah dari pa—“
“Gue nggak apa-apa kok,” ungkap Bi sambil keluar dari kamar mandi dan membuat Lea terhenti dari ceramah siangnya.
Lea menatap sahabatnya bingung. Karena
ada kesenduan di wajah perempuan keturunan Cina itu.
Tanpa mengatakan apapun, Bi meraih
tangan kanan Lea dan memberikan sebuah benda ke dalam genggamannya. Lea menatap
benda itu. Kakinya terasa lemas ketika samar-samar matanya melihat tanda di
benda kecil panjang bewarna putih itu. Ia mengangkat benda mungil itu untuk
diteliti dan…
“OH! No!” teriak Lea sambil memandang Bi.
Bi membalas tatapan Lea dengan mimik
muka yang tak bisa didefinisikan.
“Lo abis bersihin kamar mandi dan
nemu ini? Iyyuh! Testpack siapa sih
nih segala ketinggalan di kamar mandi kita? Tadi anak-anak main ke sini, Bi?”
tanya Lea polos, “Garisnya dua lagi. Artinya positif kan, Bi?”
Bi terdiam.
“Bi?” panggil Lea sambil menggoncang
bahu Bi yang terdiam dan menunduk.
Bi mengangkat wajahnya yang memerah
karena menahan air mata, “Itu punya gue, Lea.”
"Oh...punya lo toh. Kirain
punya..." kata Lea sambil berjalan menuju tempat sampah untuk membuang
benda itu, "Wait!" Ia tak
jadi membuangnya dan menoleh ke arah Bi dengan tatapan kaget, "WHAT?!"
***
sumber foto : tumblr.com
iiiiiihhh lanjutin sih :( suka banget bikin orang penasaran deh
BalasHapushahahha nanti aku kasih tau ya kalau udah aku post lanjutannya :*
Hapus